BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Wilayah perbatasan yang meliputi wilayah daratan dan perairan merupakan manifestasi kedaulatan suatu negara. Letak strategis wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada diantara dua benua yaitu benua Australia dan benua Asia serta diapit oleh dua samudera yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik merupakan kawasan potensial bagi jalur lalu-lintas antar negara. Disamping itu Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic States) yaitu suatu negara yang terdiri dari sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling bersambung (Interconnecting Waters) dengan karakteristik alamiah lainnya dalam pertalian yang erat sehingga membentuk satu kesatuan.
Pemuda Indonesia diharapkan mengambil peran kepeloporan untuk mengembangkan sains dan teknologi serta industri kemaritiman yang hingga saat ini masih jauh dari ideal. Pengembangan ke arah tersebut kerapkali terkendala oleh perpspektif keliru dalam memandang karakteristik yang muncul dari kemaritiman Indonesia. Contohnya, laut dan sungai kerapkali dilihat sebagai penghalang yang harus diatasi, padahal laut dan sungai merupakan penghubung dan pemersatu antar pulau. Perspektif keliru inilah yang pertama harus dipecahkan oleh pemuda Indonesia karena telah banyak dianut oleh para pengambil kebijakan di republik ini.
1. 2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan di atas adalah sebagai berikut.
· Mengetahui kondisi wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
· Mengetahui kendala dalam menjaga keutuhan wilayah perbatasan NKRI
· Mengetahui makna keutuhan bangsa dan NKRI
· Mengetahui peran arsip dalam mengawal keutuhan wilayah NKRI
· Mengetahui peran serta pemuda dalam menjaga keutuhan NKRI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kondisi Wilayah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Indonesia yang terletak di benua Asia bagian Tenggara (Asia Tenggara) pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT, melintang di antara benua Asia dan Australia/Oseani serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia (terbentang sepanjang 3.977 mil). Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara).
Sebagai negara kepulauan Indoneia memiliki ±17.505 pulau yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan perbandingan luas daratan dan perairan yaitu 1:3. Dengan jumlah pulau yang banyak ternyata menimbulkan berbagai pemasalahan seperti kaburnya batas-batas wilayah negara (sengketa pulau sipadan-ligitan, sengketa blok Ambalat), penyelundupan barang dan jasa, pembalakan liar (Illegal Logging), Perdagangan manusia (Traffic King), Terorisme, maraknya kejahatan trans nasional (Transnational Crimes) serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Selain permasalahan diatas masih terdapat kekurangsigapan Pemerintah RI dalam menjaga integritas wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) indikasinya adalah terhadap +/- 17.505 pulau yang dipublikasikan selama ini belum didukung oleh data secara resmi mengenai nama dan posisi geografisnya. Terlebih, informasi tentang data pulau-pulau hingga saat ini berbeda-beda antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. LIPI menyebutkan ada 6.127 nama pulau pada tahun 1972, Pussurta (Pusat Survey dan Data) ABRI mencatat 5.707 nama pulau pada tahun 1987, dan pada tahun 1992, Bakosurtanal menerbitkan Gazetteer nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia sebanyak 6.489 pulau yang bernama. Perbedaan data tersebut mencerminkan bahwa Indonesia masih lemah dalam pengelolaan wilayah lautnya, karena dari 17.508 pulau yang diklaim Indonesia hanya beberapa persen saja yang sudah memiliki nama.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia harus segera mendepositkan data-data pulau yang dimiliki sebagai bukti atau arsip negara. Hal ini penting mengingat bahwa, pulau-pulau yang telah didepositkan akan menjadi salah satu acuan atau landasan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa perbatasan.
Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, dimana setengah populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatra dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia searah penjuru mata angin, yaitu:
· Utara: Negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut China Selatan
· Selatan: Negara Australia, Timor Leste, dan Samudera Hindia
· Barat: Samudera Hindia
· Timur: Negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik
2.2. Kendala Dalam Menjaga Keutuhan Wilayah Perbatasan NKRI
Wilayah perbatasan suatu negara yang meliputi wilayah daratan dan perairan merupakan kawasan tertentu yang mempunyai dampak penting serta peran strategis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wilayah tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan kegiatan di wilayah negara lain yang berbatasan dengan Indonesia, baik dalam lingkup nasional, regional (antar negara) maupun internasional. Disamping itu wilayah perbatasan juga mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan dan keamanan nasional. Oleh karena peran strategis tersebut, maka penjagaan wilayah perbatasan Indoensia merupakan prioritas penting pembangunan nasional untuk menjamin keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi dalam praktek dilapangan terdapat hambatan ataupun ancaman yang seringkali merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.
Permasalahan ini dapat dilihat dari tiga aspek yaitu:
1. Aspek Sosial Ekonomi
Wilayah perbatasan merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang) yang disebabkan oleh lokasi yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (banyaknya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).
2. Aspek Pertahanan Keamanan
Kawasan perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata. Sehingga, menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan sinergis, mantap dan efisien.
3. Aspek Politik
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik. Apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Oleh sebab itu kawasan perbatasan merupakan salah satu aset negara yang harus dijaga dan dipertahankan dari segala bentuk ancaman dan tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar negeri.
Beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan adalah sebagai berikut:
1. Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.
2. Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi maupun komunitasnya.
3. Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan kayu /illegal logging, Illegal fishing, perdagangan manusia (Traffick King), penyelundupan narkoba dan lain-lain.
4. Pengelolahan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan maupun program.
5. Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.
6. Lemahnya kualitas dan profesionalisme aparatur negara (stake holders) baik di pusat maupun di daerah.
2.3. Makna Keutuhan Bangsa dan NKRI
Pertama adalah anasir dari luar yang digambarkan oleh Negara tetangga kita, Malaysia. Anasir kedua adalah anasir yang muncul dari dalam NKRI sendiri. Anasir itu ada yang sudah berujud gerakan yang secara terang-terangan berani melakukan makar seperti Gerakan Aceh Merdeka, Republik Maluku Selatan dan Gerakan Papua Merdeka, ada juga yang berupa kelompok kecil yang belum kelihatan. Kasus-kasus pesengketaan antar warga atau antar instansi pemerintah patut juga diwaspadai. Sekecil apapun sengketa atau perselisihan tersebut akan menggangu sendi-sendi kerukunan dan persatuan bangsa jika tidak disikapi secara bijaksana. Memperhatikan diskripsi dan pengalaman di atas terlihat bahwa pemahaman tentang keutuhan NKRI mencakup makna keutuhan wilayah, meliputi seluruh pulau dengan segenap tanah, air dan udara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, keutuhan khasanah budaya meliputi adat istiadat, karya cipta dan hasil pemikiran Bangsa Indonesia dan suku-suku di seluruh wilyah NKRI, keutuhan sumber daya alam (SDA), meliputi seluruh kekayaan alam berupa barang tambang, flora dan fauna beserta seluruh plasma nutfahnya, keutuhan penduduk atau sumber daya manusia (SDM), meliputi keutuhan orangnya, statusnya, keselamatan bahkan kesejahteraannya. Menyadari luasnya cakupan makna keutuhan NKRI maka menjadi berat dan luas pula tugas menjaganya. Penjagaan atau pembelaan tidak cukup dilakukan dengan menyampaikan nota protes oleh pejabat negara atau demonstrasi oleh rakyat dan mahasiswa, lebih penting dari itu adalah merenungkan apa penyebab kasus-kasus ancaman tersebut terjadi, untuk kemudian melakukan langkah-langkah pencegahannya. Sekurang-kurangnya ada dua penyebab mengapa ancaman terhadap NKRI terjadi sebagaimana diskripsi peristiwa-peristiwa tersebut di atas:
1. Kurangnya kepedulian terhadap keutuhan NKRI
Salah satu pertimbangan Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah soal kepedulian. Indonesia dinilai lalai dalam megelola kedua pulau itu sejak tahun 1950. Sementara Malaysia dengan berbagai trik berusaha mengelola kedua pulau itu. Diantaranya dengan membuka penangkaran penyu dan membangun motel-motel bahkan mempromosikannya. Mengomentari kekalahan tersebut Mantan Menteri Luar Negeri RI, Prof. Dr. Muladi mengatakan lepasnya kedua pulau tersebut karena Deplu RI menganggap persoalan tersebut sepele.
2. Lemahnya Budaya Sadar Arsip
Pengalaman hilangnya hasil penelitian Prof. Muso dari UGM mengindikasikan hal itu. Kemungkinan pertama penilitian itu tidak dicatat secara tertib dan kemungkinan lainnya penelitian tersebut dicatat tetapi tidak diarsipkan secara baik. Kejadian sengketa tanah antar Pemda Kebumen dan Pemda Cilacap juga menunjukkan rendahnya kesadaran kearsipan kita. Andai kedua pemda tersebut memiliki arsip-arsip topografi daerahnya masing-masing tentu sengketa itu tidak perlu terjadi. Kalupun tetap terjadi maka penyelesaiannya tidak perlu memakan waktu bertahun-tahun.
2.4. Peran Arsip dalam Mengawal Keutuhan Wilayah NKRI
Indonesia adalah negara besar dilihat dari jumlah penduduk maupun luas wilayahnya dan jumlah pulaunya. Indonesia mempunyai penduduk lebih dari 210 juta jiwa dan mempunyai 17 ribu lebih pulau. Betapa sulitnya menjaga dan merawat pulau sebanyak itu. Jangankan merawat memberi nama saja tidak mudah. Betapapun berat tugas merawat dan menjaga Indonesia Raya itu Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus tetap berkomitmen untuk melaksanakannya demi keutuhan NKRI.
Sebagai langkah awal perlu diadakan inventarisasi seluruh pulau. Pulau-pulau yang belum bernama segera diusahakan untuk diberi nama. Selanjutnya diadakan pendataan, identifikasi dan topografi terhadap masing-masing pulau sekaligus penancapan batu prasasti atau papan nama yang beridentitas Indonesia. Beberapa pulau yang berbatasan langsung dengan wilayah negara lain perlu dibangunkan mercu suar. Seluruh kegiatan tersebut pasti menghasilkan arsip baik berupa tekstual (arsip kertas) maupun nontektual seperti foto, denah, peta, film dan lain-lain. Arsip-arsip inilah yang harus disimpan oleh lembaga-lembaga terkait seperti TNI, Dephan, Depkumham, Depdagri dan lain-lain. Sementara demi keamanan dan keselamatan, arsip-arsip tersebut juga harus disimpan di Arsip Nasional. Arsip inilah yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka mempunyai bukti otentik jika sewaktu-waktu wilayah NKRI dipersoalkan. Upaya ini perlu dibarengi dengan patroli keamanan secara rutin oleh TNI untuk menjaga masuknya pihak lain secara illegal. Pengakuan internasional atas wilayah berikut seluruh pulaunya juga penting. Oleh karenanya perlu didaftarkan ke lembaga internasional yang berwenang.
Identifikasi dan topografi perlu dilakukan secara terencana dalam kurun waktu tertentu untuk mengantisipasi perubahan wilayah karena proses alam. Kegiatan ini juga sangat baik dilakukan oleh Pemda-pemda di Indonesia supaya kasus Tanah Timbul Sungai Bodho di Kebumen tidak terjadi di daerah lain. Dulu tanah timbul itu berupa delta yang terpisah dari wilayah Cilacap. Seiring waktu karena proses alam antara delta sungai itu menyatu dengan daratan Cilacap sehingga wajar Cilacap mengklaim sebagai wilayahnya. Padahal menurut peta yang dibuat Belanda tahun 1931 Tanah Timbul tersebut wilayah Kebumen. Untung dokemen peta tersebut disimpan oleh Kodam IV Diponegoro sehingga sengketa dapat diselesaikan pada Februari 2002.
2.5. Peran serta Pemuda dalam Menjaga Keutuhan NKRI
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda, digunakan istilah young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Mereka adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan keterampilan yang didukung penguasaan iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam keterlibatannya secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Meskipun tidak pula dipungkiri bahwa pemuda sebagai objek pemberdayaan, yaitu mereka yang masih memerlukan bantuan, dukungan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan secara fungsional.
Dalam pendekatan ekosferis, generasi muda atau pemuda berada dalam status yang sama dalam menghadapi dinamika kehidupan seperti halnya orang tua. Generasi tua sebagai “generasi yang berlalu” (passsing generation) berkewajiban membimbing generasi muda sebagai generasi penerus, mempersiapkan generasi muda untuk memikul tanggung jawabnya yang semakin kompleks. Di pihak lain, generasi muda yang penuh dinamika, berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang makin melemah, di samping memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam hubungan ini, generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah satu-satunya penyelamat masyarakat dan negara.
Sebaliknya generasi muda tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dan membangun masyarakat dan negara. Pemuda memiliki peran yang lebih berat karena merekalah yang akan hidup dan menikmati masa depan. Sejarah memperlihatkan kiprah kaum muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda sering tampil sebagai kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan. Dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah para pemuda yang terdidik yang mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya.
Angkatan 1908 mendapat inspirasi dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa Asia) akibat kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda berikrar untuk mengakui satu bangsa Indonesia. Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong lahirnya negara baru bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Angkatan 1966 melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional yang dipicu oleh pemberontakan PKI. Angkatan 1966 juga dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan pemerintah Orde Baru hingga Angkatan 1998 sebagai pendobrak otokrasi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto. Lewat gerakan Reformasi, kembali peran pemuda diharapkan muncul sebagai ‘penyelamat krisis’ bangsa.
Melihat peran pemuda tersebut, posisi pemuda sebagai salah satu elemen bangsa adalah sangat urgen. Krisis ekonomi yang merembet ke krisis multidimensi ini belum berakhir. Pemuda yang menjadi penggerak pada setiap zamannya, kembali dituntut untuk tampil, meski tantangan yang dihadapi selalu berbeda.
2.5.1. Ketahanan Nasional dan Perlunya Pemuda Tampil
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Bentuk-bentuk ancaman tersebut menurut doktrin Hankamnas (catur dharma eka karma) adalah [1] ancaman di dalam negeri, misalnya pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat Indonesia. [2] ancaman dari luar negeri, seperti infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negeri.
Melihat berbagai tantangan tersebut, seluruh elemen bangsa seperti pemerintah, masyarakat, generasi tua, wanita, pemuda dan sebagainya, memiliki peranan vital di masing-masing bidangnya. Namun, pemuda yang memiliki batasan produktif dalam berkarya, memiliki posisi yang penting. Dalam konstruksi pemuda, posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai obyek dan pada tingkat tertentu berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif. Artinya, kalaupun masih banyak pemuda yang berposisi sebagai obyek pembangunan, maka harus terjadi perubahan paradigma, sehingga posisi mereka sebagai obyek bisa berubah dengan pemberdayaan diri dan kesadaran berkarya.
Dengan demikian, pemuda tidak hanya memiliki tantangan terhadap dirinya sendiri, yaitu melihat dirinya sebagai obyek pembangunan, tetapi tantangan luar yang menghampiri seluruh bangsa. Kesadaran untuk menjadi subyek sangat perlu dihayati bahwa solusi pengangguran dan berbagai problem pemuda lainnya, bisa diselesaikan oleh mereka sendiri. Kemampuan menyelesaikan problem obyektif yang ada diharapkan mampu mengantarkan pemuda untuk tampil menghadapi tantangan yang lebih luas lagi.
2.5.2. Sikap Pemuda terhadap Persoalan Bangsa
Potensi yang dimiliki oleh generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan bangsa. Persoalan bangsa, bahkan menuju pada makin memudarnya atau tereliminasinya jiwa dan semangat bangsa, sebagaimana yang dimaksudkan Socrates sebagai discovery of the soul . Berbagai gejala sosial dengan mudah dapat dilihat, mulai dari rapuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat, rendahnya sensitivitas sosial, memudarnya etika, lemahnya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, kedudukan dan jabatan bukan lagi sebagai amanah penederitaan rakyat, tak ada lagi jaminan rasa aman, mahalnya menegakan keadilan dan masih banyak lagi problem sosial yang kita harus selesaikan.
Hal ini harus menjadi catatan agar pemuda lebih memiliki daya sensitivitas, karena bangsa ini sesungguhnya sedang menghadapi problem multidimensi yang serius, dan harus dituntaskan secara simultan tidak fragmentasi. Oleh karena itu, rekonstruksi nilai-nilai dasar bangsa ke depan perlu bberapa langkah strategis dalam mengatasi persoalan bangsa ; pertama, komitmen untuk meningkatkan kemandirian dan martabat bangsa. Kemandirian dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia adalah terpompanya harga diri bangsa. Seluruh aktivitas pembangunan sejauh mungkin dijalankan berdasar kemampuan sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat berdikari.
Kedua, harmonisasi kehidupan sosial dan meningkatkan ekspektasi masyarakat sehingga berkembang mutual social trust yang berawal dari komitmen seluruh komponen bangsa. Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi korupsi, tidak boleh dipaksa tunduk pada kemauan pribadi pucuk pimpinan negara. Ketiga, penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa harus terjalin dalam satu kesatuan jiwa Kata kucinya adalah segera terwujudnya sistem kepemimpinan nasional yang kuat dan berwibawa di mata rakyat yang memiliki integritas tinggi (terpercaya, jujur dan adil), adanya kejelasan visi (ke depan) pemimpin yang jelas dan implementatif, pemimpin yang mampu memberi inspirasi (inspiring) dan mengarahkan (directing) semangat rakyat secara kolektif, memiliki semangat jihad, komunikatif terhadap rakyat, mampu membangkitkan semangat solidaritas (solidarity maker) atau conflict resolutor.
Dan untuk pemuda, mereka harus mempu memperjuangkan sistem nilai-nilai yang merepresentasikan aspirasi, sensitivitas dan integritas para generasi muda terhadap gejala ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.
2.5.3. Strategi Pemuda dalam Memperkuat Ketahanan Nasional
Strategi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang berwawasan kebangsaan, cerdas, terampil, kreatif, memiliki daya saing dan berakhlak mulia adalah:
1. Pemberdayaan generasi muda yang dilaksanakan harus terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh kembangnya wawasan generasi muda dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan generasi muda bangsa-bangsa lain. Usaha pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari tahap sebelumnya dan merupakan rangkaian yang berkelanjutan.
2. Pemberdayaan generasi muda merupakan program pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral, harus dikoordinasikan sedini mungkin dari perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanserta melibatkan peran serta masyarakat.
3. Menempatkan posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada tingkat tertentu diharapkan agar generasi muda dapat berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif.
Dalam pelaksanaan strtategi ini, perlu dirancang rumusan hak dan kewajiban yang merupakan proses gradual semenjak kanak-kanak hingga mencapai usia dewasa. Proses gradual ini secara sosiologis meru¬pakan proses sosialisasi (penanaman) nilai dan norma masyarakat sesuai dengan tahapan usianya. Proses ini dapat dikelompokkan sesuai usia; 0-6 tahun, 6-18 tahun, 18-21 tahun dan 21-35 tahun. Kelompok 6-18 tahun harus mulai melakukan interaksi sosial dalam rangka memperoleh keterampilan sosial sebagai bekal untuk menjadi orang dewasa sehingga ketika mereka mencapai usia kelompok berikutnya (usia 21-35 tahun), diharapkan mampu mencapai tingkat kematangan pemikiran sekaligus mampu menerapkannya dalam lingkungannya.
Namun demikian, perlu sarana kondusif untuk mencapai puncak kematangan sebuah generasi. Pemuda, dan masyarakat umumnya, memerlukan fasilitas untuk mencapai kemandirian. Pertama, harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki pandangan yang positif dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi muda memiliki potensi, bakat, dan minat masing-masing. Kedua, pemberdayaan generasi muda membutuhkan suatu strategi kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan berarti kita harus menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai obyek, melainkan sebagai subyek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan. Ketiga, memberikan kesempatan dan kebebasan kepada para generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik. Kecenderungan untuk menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan lama ternyata justru menumbuhkan semangat berkompetisi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemuda memiliki potensi yang besar dalam menyelesaikan persoalan bangsa, terutama persoalan yang menyangkut ketahanan nasional, meski tidak dimungkiri bahwa persoalan dalam diri pemuda juga banyak. Yang terpenting adalah kesadaran pemuda untuk mampu merubah dirinya dari obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan dan mampu tampil untuk mendukung ketahanan nasional bangsa ini.
Persoalan bangsa memang tidak dapat segera diselesaikan, tetapi setidaknya dengan membangun kesadaran bagi pemuda, maka peroblem ketahanan nasional memiliki harapan untuk makin diperkokoh.
Cara untuk menjaga keutuhan negara, antara lain:
· bangga sebagai bangsa Indonesia,
· menjaga persatuan dan kesatuan wilayah bangsa,
· menjaga kekayaan budaya dan keragaman suku bangsa dengan saling menghormati perbedaan,
· menjaga kekayaan alam Indonesia sebagai warisan untuk digunakan generasi bangsa di masa mendatang,
· menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
3.2. Saran
Seorang pemuda mempunyai tugas untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan NKRI diperlukan kesadaran yang tinggi. Rasa cinta Tanah Air perlu ditanamkan sejak dini oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan sangat dibutuhkan untuk membentuk karakter bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PERAN PEMUDA DALAM MENJAGA KEUTUHAN WILAYAH NKRI dengan lancar.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam Penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk para pembaca.
Jakarta, Mei 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
Bab II Pembahasan
2.1. Kondisi Wilayah Perbatasan NKRI
2.2. Kendala dalam Menjaga Keutuhan Wilayah Perbatasan NKRI
2.3. Makna Keutuhan Bangsa dan NKRI
2.4. Peran Arsip dalam Mengawal Keutuhan Wilayah NKRI
2.5. Peran Serta Pemuda dalam Menjaga Keutuhan NKRI
2.5.1. Ketahanan Nasional dan Perlunya Pemuda Tampil
2.5.2. Sikap Pemuda terhadap Persoalan Bangsa
2.5.3. Strategi Pemuda dalam Memperkuat Ketahanan Nasional
Bab III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Daftar Pustaka