Kamis, 19 Mei 2011

Makalah tentang Usia Kawin Pertama



PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Tingginya angka kelahiran erat kaitannya dengan usia kawin pertama. Salah satu upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk melalui peningkatan usia kawin pertama.
Median usia kawin pertama adalah 19,2 tahun dan di pedesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun. Telalu muda usia untuk hamil atau kurang dari 20 tahun sekitar 10,3% menyebabkan kematian pada ibu secara tidak langsung. Jumlah pernikahan usia muda di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan di daerah perkotaan.
Pernikahan dini sering membahayakan kondisi ibu. Karena terlalu muda usia melahirkan sangat besar resikonya dapat menyebabkan kematian ibu maupun anak. Pernikahan dini dapat dicegah dengan peningkatan pendidikan dan taraf ekonomi masyarakat.
Fenomena perkawinan dini masih sering dijumpai di Indonesia dan Negara berkembang lainnya seperti Negara Timur Tengah dan Negara di Afrika. Tingkat pernikahan dini di Negara- Negara berkembang yang masih sangatlah tinggi.Berbeda dengan Negara  maju yang tingkat  pernikahan dininya relative rendah.
Di Negara berkembang salah satu factor yang menyebabkan orang tua menikahkan anaknya di usia dini karena kemiskinan. Orang tua beranggapan anak perempuan merupakan beban ekonomi dan perkawinan merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga.

1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang adalah sebagai berikut.
·           Apakah perkawinan itu
·            Apakah kawin pertama
·           Akibat dari pernikahan dini dan cara pencegahannya
·           Bagaimana penerapan usia kawin pertama di Indonesia,Negara berkembang lain dan Negara maju

1.3.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini berdasarkan permasalahan di atas adalah sebagai berikut.
1.      Menganalisis usia kawin pertama
2.      Mengetahui akibat pernikahan dini dan cara pencegahannya
3.      Mengetahui penerapan usia kawin pertama di Indonesia
4.       Mengetahui penerapan usia kawin pertama di  Negara berkembang lain dan Negara maju

1.4. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini agar pembaca dapat mengerti sekaligus memahami pengertian kawin pertama dan akibat-akibat dari perkawinan dini. Dengan peningkatan pengetahuan tentang usia kawin pertama diharapkan anka kelahiran ikut berkurang dan peningkatan laju pertumbuhan penduduk berangsur-angsur menurun.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PERKAWINAN 
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح )  ) yang berarti perjanjian perkawinan);  berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam Bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح)  ) yang berarti persetubuhan).
2.1.1.Konsep dan Definisi Perkawinan menurut UU
Pemerintah telah memiliki peraturan tersendiri yang membahas mengenai konsep dan definisi perkawinan di Negara Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam suatu undang-undang yaitu  Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 yang tertulis dalam beberapa pasal.
Dalam UU Perkawinan yang dimaksud dengan “Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.  
Sesuai dengan rumusan itu, perkawinan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya. Sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.
Dari segi agama Islam misalnya, syarat sahnya perkawinan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan kelamin sehingga terbebas dari dosa perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Oleh sebab itu dalam agama Islam zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan belaka tetapi juga termasuk kejahatan (pidana) di mana negara melindungi dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Apalagi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
Faktor di atas antara lain yang menjadikan agama Islam menggunakan azas atau tata cara perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu nampaknya sejalan dengan Undang-Undang No.1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah apabila di lakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut sebagai perkawinan sirri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau Kyai dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.
Perkawinan sudah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Bertemunya rukun dengan syarat inilah yang menentukan syahnya suatu perbuatan secara sempurna. Adapun yang termasuk dalam rukun perkawinan adalah sebagai berikut:
·         Pihak-pihak yang melaksanakan aqad nikah yaitu mempelai pria dan wanita
·         Adanya aqad (sighat) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (qabul).
·         Adanya wali dari calon istri
·         Adanya dua orang saksi
Apabila salah salah satu rukun itu tidak dipenuhi maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah dan dianggap tidak pernah ada perkawinan. Oleh karena itu diharamkan baginya yang tidak memenuhi rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam pergaulan. Dengan demikian apabila keempat rukun itu sudah terpenuhi maka perkawinan yang dilakukan sudah dianggap sah.
Memang model perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, namun tidaklah demikian apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 2 itu berbunyi: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Jelaslah bahwa sahnya suatu perkawinan itu haruslah didaftarkan dan dicatatkan di kantor pencatat nikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi dalam kenyataannya, kebanyakan dari masyarakat Indonesia belum sadar hukum tentang pelaksanaan perkawinan. Sehingga masih ada beberapa warga masyarakat Indonesia yang melakukan perkawinan sirri tanpa menyadari akibar yang ditimbulkan dari perkawinan yang mereka lakukan itu. Selain hal tersebut di atas menurut pengamatan sementara yang dilakukan oleh peneliti, beberapa dari masyarakat di desa Wanayasa tersebut melakukan kawin sirri dikarenakan mereka ingin berpoligami. Karena dengan melakukan kawin sirri ini memberikan kemudahan kepada seorang laki-laki untuk melakukan poligami tanpa harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
2.1.2. Konsep Perkawinan dalam Lingkup Demografi dan Kependudukan  
Dalam konsep demografi dan kependudukan, istilah perkawinan lebih difokuskan pada keadaan dimana laki-laki dan perempuan hidup bersama dalam kurun waktu yang lama yang dikukuhkan dengan perkawinan yang sah sesuai UU atau hukum yang ada (perkawinan secara de jure) atau tanpa pengesahan perkawinan (de facto).
BPS sendiri sejak tahun 2000 menggunakan definisi bahwa seseorang berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri.

2.2 USIA KAWIN PERTAMA
Usia kawin pertama adalah waktu pertama kali sepasang suami istri melakukan hubungan intim. Menurut UU Perkawinan, syarat menikah untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun, dan untuk perempuan harus sudah berusia minimal 16 tahun. Jika menikah dibawah usia 21 tahun harus disertai dengan ijin kedua atau salah satu orangtua atau yang ditunjuk sebagai wali.
Usia Kawin Pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang wanita, semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak. Hal ini terjadi dikarenakan belum matangnya rahim wanita usia muda untuk memproduksi anak atau belum siapnya mental dalam berumah tangga. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia kawin pertama seorang wanita, semakin tinggi pula resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan atau melahirkan. Hal ini terjadi karena semakin lemahnya kondisi fisik seorang wanita menjelang usia senja. 
Terdapat hal –hal penting dalam Usia kawin pertama, meliputi : 
·       Variabel penting yang mempengaruhi fertilitas.
Semakin muda usia kawin pertama yang dilakukan seseorang, maka akan semakin lama pula masa reproduksinya. Hal ini berpengaruh pada tingkat fertilitas wanita dan penduduk secara umumnya. 
·       Mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk.
Dikarenakan semakin lamanya masa reproduksi wanita yang melakukan UKPM, maka kemungkinan wanita tersebut melahirkan banyak anak akan semakin besar. Dalam persoalan makro, hal ini akan menyebabkan meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk suatu daerah. 
·       Usia kawin pertama mempengaruhi jarak antar generasi, semakin muda usia kawin semakin pendek jarak usia ibu dan anak.
Untuk menentukan kapan waktu yang tepat dalam usia kawin pertama tentu banyak pertimbangan-pertimbangan yang sangat berpengaruh. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam Usia kawin pertama adalah
       Interpretasi ajaran agama 
       Tingkat pendidikan  
       Keadaan sosial budaya  
       Terbukanya kesempatan kerja bagi wanita  
       Kesehatan  
       Ekonomi  
       Pasangan yang sesuai  
       Kebebasan memilih pasangan


2.3 PERNIKAHAN DINI
Idealnya usia pernikahan pertama di Indonesia adalah 25 tahun untuk laki-laki dan di atas 20 tahun untuk perempuan. Namun pada kenyataannya banyak orang yang menikah di usia muda. Adapun beberapa alasan untuk melakukan pernikahan dini adalah
·      Masalah ekonomi, bagi generasi muda, pernikahan dini dilakukan untuk meringankan beban orang tua.
·      Masalah Pendidikan, bagi generasi tua, pernikahan dini dilakukan karena merasa tidak mampu atau tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan formal anak.
·      Menurut generasi tua, menikah dini lebih aman untuk mencegah hal-hal yang negatif yang mungkin terjadi seperti hamil di luar pernikahan.
·      Mencegah perzinaan.
·      Sementara dari segi pelaku pernikahan dini jika menikah lebih awal, anaknya sudah besar orang tua masihn muda.
·      Pengaruh lingkungan sekitar, kebiasaan teman sebaya menikah lebih awal.
Usia kawin pertama yang terlalu muda menimbulkan beberapa akibat buruk bagi para pelakunya, antara lain :
o  Kehamilan diusia muda berisiko menimbulkan kematian maternal.
Kematian maternal sendiri merupakan kematian dari setiap wanita selama masa kehamilan, bersalin, atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan. 
o  Menimbulkan resiko tidak siapnya mental pelaku UKPM (Usia Kawin Pertama Muda) untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab
o  Rendahnya kualitas keluarga
Secara psikis, pelaku UKPM akan merasa tidak siap untuk menghadapi masalah sosial atau ekonomi rumah tangga, dan secara fisik, masa remaja yang kurang pas digunakan untuk mengandung dan melahirkan. 
o  Meningkatkan kemungkinan terjadinya tindakan kriminal oleh pelaku UKPM. 
o  Meningkatkan angka pengguguran janin secara tidak medis oleh pelaku UKPM sehingga resiko komplikasi aborsi pada pelaku akan meningkat pula.
Karena pernikahan dini mempunyai beberapa akibat buruk, maka ada cara untuk mencegah pernikahan dini, yaitu:
·         Meningkatkan pendidikan
·         Penyuluhan melalui berbagai jalur
·         Peningkatkan aktifitas yang bermanfaat bagi remaja
·         Perbaikan ekonomi

2.4 PENUNDAAN USIA KAWIN PERTAMA
Penundaan UKP (Usia Kawin Pertama) akan berdampak langsung bagi kehidupan pelakunya saat itu dan masa yang akan datang. Dampak tersebut meliputi :
       Mempercepat penurunan tingkat kelahiran. 
       Perubahan mendasar pada pendidikan, struktur ekonomi dan keluarga.  
       Perubahan mendasar pada hubungan anak dan orang tua. 
       Penurunan kematian ibu, anak, dan bayi karena pada saat melahirkan ibu sudah lebih dewasa. 
       Mengurangi masa reproduksi perempuan.  
       Wanita memiliki kesempatan yang lebih besar dalam upaya mengaktualisasikan potensi diri. Misalnya wanita yang terlibat dalam pasar kerja, lembaga pemerintahan, dll .
2.5. USIA KAWIN PERTAMA DI INDONESIA

Menurut hasil SUPAS tahun 1995 terdapat 21,5 persen wanita di Indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan ketika mereka berumur kurang dari 17 tahun. Di daerah pedesaan dan perkotaan wanita yang melakukan perkawinan dibawah umur tercatat sebesar 24,4 persen dan 16,1 persen. Persentase wanita kawin usia muda cukup bervariasi antar Propinsi. Persentase Wanita kawin Usia Muda, persentase terendah terdapat pada Propinsi NTT (4,35%), Bali (4,54%) Sedangkan persentase terbesar terdapat pada Propinsi Jawa Timur (40,39%), Jawa Barat (39,6%) dan Kalimantan Selatan (37,5%).

Grafik wanita usia kawin muda pada beberapa daerah di Indonesia


            Fenomena kawin pertama usia muda di negara berkembang masih banyak dijumpai di negara di Timur Tengah dan Asia Selatan. Di Asia Selatan terdapat 9,7 juta anak perempuan 48% nya menikah sebelum usia 18 tahun, Afrika sebesar 42%,dan Amerika Selatan sebesar 29%. Di Bangladesh terhadap 3382 remaja putri terdapat 25,9% menikah di usia muda.
Grafik Jumlah wanita yang melakukan kawin pertama dari rentang usia 10-19 tahun
Dari table di atas dapat dianalis bahwa masih banyak wanita yang melakukan kawin pertama di bawah usia 19 tahun.

Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat dini hanya 2,5% pada kelompok usia 15-19 tahun. Di negara maju usia kawin pertama cenderung di atas usia median jarang yang melakukan perkawinan dini.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa diambil dari studi ini adalah sebagai berikut :
·         Pertumbuhan penduduk di Indonesia maupun di dunia semakin hari relatif naik. Kenaikan jumlah     penduduk disebabkan oleh tingkat kelahiran (fertilitas). Tingkat kelahiran erat kaitannya dengan usia pertama kawin.
·         Semakin muda usia kawin pertama yang dilakukan seseorang, maka akan semakin lama pula masa reproduksinya sehingga peluang anak yang dilahirkan akan semakin tinggi.
·         Mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk.
·         Usia kawin pertama mempengaruhi jarak antar generasi, semakin muda usia kawin semakin pendek jarak usia ibu dan anak.

3.2. Saran
            Perlunya pemberian informasi dan pendidikan kesehatan bagi remaja tentang kesehatan reproduksi untuk mengubah persepsi tentang pernikahan, serta memberikan motivasi dan kegiatan yang bermanfaat untuk pengembangan diri baik kepada anak didik sejak di sekolah dasar maupun kepada masyarakat atau orang tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar